Thursday, February 15, 2007

Hidup yang tidak ASIK

These songs gave voice to the individual experiences and feelings of alienation within mass urbanized society and resonated in the emotions of millions. Both of these songs are poetic evocations of daily pain and their favorable reception (measured by record sales) demonstrated just how widespread that pain was (and is).




The Sound of Silence

Hello darkness, my old friend
I've come to talk with you again,
Because a vision softly creeping,
Left its seeds while I was sleeping,
And the vision that was planted in my brain
Still remains
Within the Sounds of Silence.

In restless dreams I walked alone
Down the streets of cobblestone,
'Neath the halo of the 8th Street lamp,
I turned my collar to the cold and damp
When my eyes were stabbed by the flash of a neon light
that split the night and touched the sound of silence

And in the naked light I saw
10,000 people, maybe more.
People talking without speaking,
People hearing without listening,
People writing songs that voices never share
No one dared
disturb the Sounds of Silence

"Fools," I said,"oh you do not know
Silence like a cancer grows.
Hear my words that I might teach you,
Take my arms that I might reach you."
But my words like silent raindrops fell,
And echoed
In the wells of silence

And the people bowed and prayed
To the neon god they made.
And the sign flashed out its warning
In the words it was forming.
And the signs said, the words of the prophets
are written on the subway walls,
And tenement halls.
And whispered in the sounds of silence.


Simon & Garfunkel, "Sound of Silence", 1965, in
Collected Works,
Columbia, 1990, CD 45322








Elenor Rigby

Elenor Rigby picks up
the rice in the church
where her wedding has been
lives in dream
waits at the window
wearing a face
that she keeps
in a jar by the door
Who is it for?

(chorus)

All the lonely people
Where do they all come from
All the lonely people
Where do they all belong

Father McKenzie
writing the words of a sermon
that no one will hear
no one comes near
look at him working
darning his socks in the night
when there's nobody there
what does he care

(repeat chorus)

Elenor Rigby
died in the church
and was buried along with her name
nobody came
Father McKenzie wiping
the dirt from his hands
as he walks from the grave
no one was saved

(repeat chorus)

McCartney/Lennon/Saka
sung by Joan Baez on Joan, 1967
Vanguard (LP) VRS-9200



Two Wives’ Cases


Setelah melahirkan anak ketiga, Lenny baru menyadari bahwa suaminya sudah ‘pergi’ dari kehidupannya. Perselingkuhan sang suami yang berlangsung sejak Lenny hamil anak kedua, telah membuahkan hasil seorang anak dari pernikahan diam-diam antara sang suami dan wanita lain. Ironis. Lenny mengenal wanita itu. Jadi, usia pernikahan Lenny yang sesungguhnya hanya dua tahun.


Sebelum menikah dan setelah menikah pun, Lenny berulang kali merasakan bahwa sang suami kurang menghargainya. Saat masih pacaran, saya teringat pada cerita Lenny tentang sang suami yang merasa malu terhadap penampilan dirinya. Rasa malu itu ditunjukkan di depan teman-teman suami.


Beberapa saat setelah menikah, Lenny bercerita bahwa dirinya sering merasa menjadi outsider. Suami asyik bercerita dengan adik ipar sementara Lenny tidak pernah diajak bicara. Ia hanya diberi peran sebagai pendengar. Pernah suatu kali, ia berusaha masuk ke pembicaraan mereka, tetapi langsung dimentahkan lagi sehingga Lenny merasa dirinya sebagai seorang yang bodoh. Hebatnya (?) si Lenny, dia masih bertahan dalam perkawinan seperti itu. Sampai anak-anaknya bertanya: “Ma, sampai kapan mama bertahan? Sampai kapan mama begini?”.


Lain lagi cerita Terry. Masa pacarannya dengan seorang pemuda lumayan ganteng nyaris selalu ‘heboh’. Anehnya, mereka bisa pacaran dalam waktu cukup lama. Lebih aneh lagi, mereka akhirnya naik ke pelaminan setelah melalui masa pacaran ‘heboh’ itu.


Rupanya, kehebohan masa pacaran terus berlanjut setelah menikah. Padahal, hampir setiap tahun Terry melahirkan anak-anak yang lucu dan sehat. Kehadiran anak-anak tak mampu membendung kekisruhan dalam rumah tangga Terry. Selain selingkuh, suaminya juga ‘ringan tangan’ (‘bakat’ ini sebenarnya sudah tampak saat pacaran).


Tak tahan menghadapi ketegangan dan kekhawatiran setiap hari, dan demi keselamatan dirinya dan anak-anaknya, akhirnya Terry memutuskan bercerai dari suaminya.


Sepandai apapun seseorang, suatu saat ia tak dapat selalu menutup-nutupi dirinya yang sebenarnya. Baik suami Lenny maupun Terry sebenarnya sudah memberikan ‘tanda’ sejak mereka masih pacaran. Namun ‘tanda-tanda’ itu cenderung diabaikan oleh Lenny dan Terry dengan alasan: “Saya tidak mau berpikiran negatif tentang dia”. ‘Ketakutan’ mempunyai pikiran negatif tentang seseorang, membutakan ‘mata hati’ Lenny dan Terry.


Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan untuk melihat tanda. Pergunakanlah semaksimal mungkin kemampuan yang telah diberikan sang Pencipta. Tak perlu gundah dengan pikiran negatif. Pikiran negatif lebih didasarkan pada niat buruk. Sebab kalau demikian, berarti semua psikiater, psikolog, sosiolog, dan peneliti masalah sosial berpikiran negatif, dong! (Pantes Jakarta kebanjiran, soalnya pada cuek dengan tanda-tanda alam, sih!)


Saat anda melihat tanda dan anda menangkap ada sesuatu yang patut diperhatikan lebih seksama, perhatikanlah. Pertajam pengamatan anda agar anda dapat memahami sesuatu secara utuh, dan membuat sebuah keputusan yang tepat. Biar hidup ini menjadi lebih asssiiiiiiiikkkkkk…..

HANI’s CASE

Hani, seorang wanita setengah baya dan cukup cerdas. Dia tipe orang yang independent, cenderung mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Lahir dari keluarga yang cukup kental budaya Jawanya, sebagai anak tertua, perempuan pula,sejak usia muda Hani diberi tanggung jawab mengurus adik-adiknya. Ketika menginjak usia remaja, ia pun ikut membantu orang tuanya mencari nafkah.


Hingga suatu saat ia ingin melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi, orang tuanya lebih mendorongnya untuk segera berumah tangga. Usia 17-18 tahun pada masa itu sudah masuk kategori matang menikah. Jadilah, Hani muda menikah dengan seorang pemuda tetangga rumahnya.

Dua tahun kemudian, lahir anak pertama disusul dengan anak-anak selanjutnya. Hani, si ibu muda, sepanjang hari disibukkan oleh berbagai urusan rumah tangga. Pekerjaan yang tiada habisnya. Belum lagi, ia harus mencari pendapatan tambahan lantaran gaji suaminya "kurang memadai" untuk keluarga muda dengan beberapa orang anak.


Puluhan tahun berlalu. Hani muda telah menjadi seorang nenek. Namun, keinginannya untuk lebih mengembangkan diri tak pernah surut. Dari sinilah mulai muncul masalah. Di satu sisi ia ingin eksis sebagai dirinya, mengembangkan kemampuannya. Di sisi lain ia belum dapat lepas dari norma lama, perempuan (istri) sebagai pelayan laki-laki (suami). Kegalauan ini tarik menarik dalam dirinya selama puluhan tahun, dan makin lama makin kuat. Hidupnya jadi nggak asik lagi.


Dibutuhkan keberanian untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri. Menerima norma lama yang selama ini dianut: "rela melayani suami, tanpa pernah berharap suami bakalan melayani istri. Kacian deh, lu. Atau, bersikap tegas terhadap suami (sebagai representasi dari masyarakat) dan menyatakan keinginan untuk mengembangkan diri (agak tega untuk ninggal-ninggalin suami, gitu loh). Sekaligus ‘mendidik’ suami untuk dapat melayani dirinya sendiri.


Setiap pilihan yang ibu, tante, mbak, rekan pilih tentu ada konsekuensinya. Seperti si Hani yang memilih untuk membiarkan pertentangan nilai terus berkecamuk dalam dirinya. Akibatnya, jadi kebingungan sendiri deh, dan gampang uring-uringan (kasian tetangga, loh).


Jadi, BERANILAH UNTUK MEMILIH atau MEMBUAT SUATU PILIHAN, lalu terima dengan rela konsekuensi dari setiap pilihan. Biar hidup kita tetap asik dan makin asik.



Asik…..asik….asik…..sik…..sik….sik!!!

Tuesday, February 13, 2007

AsikAsik

Untuk buat hidup ini asik, pilihlah lagu yang membuat hari-harimu terasa tidak sia-sia dan hidupmu bukan kesia-siaan. Buanglah koleksi lagu yang membuatmu merasa tidak mempunyai arti. Carilah lagu-lagu yang memberikan dorongan.

Sebagai langkah awal, carilah lagu di bawah dan dengarkan.


I hate a song that makes you think that you are not any good.
I hate a song that makes you think that you're just born to lose,
bound to lose, no good to anybody, no good for nothing,
because you're either too old or too young or too fat or too thin
or too ugly or too this or too that . . .
Songs that run you down or songs that poke fun at you
on account of your bad luck or your hard travellin'.

I'm out to fight those kinds of songs
to my very last breath of air and my last drop of blood.

I'm out to sing songs that will prove to you that this is your world,
and that if it has hit you pretty hard, and knocked you for a dozen loops,
no matter how hard it’s run you down and rolled over you,
no matter what colour, what size you are, how you are built,
I'm out to sing the songs that make you take pride in yourself
and in your work. And the songs that I sing are made up
for the most part by all sorts of folks just about like you.


Woody Guthrie